Beberapa Nasehat Pilihan..!



Abdul Malik bin Abjar berkata : “Manusia pasti diuji dengan kesehatan untuk dilihat bagaimana wujud syukurnya, atau diuji dengan musibah untuk dilihat bagaimana wujud sabarnya.” (Shifatush Shafwah : 3/123).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sebenarnya orang yang dikatakan dipenjara adalah orang yang hatinya tertutup dari mengenal Allah 'Azza wa jalla. Sedangkan orang yang ditawan adalah orang yang masih terus menuruti (menawan) hawa nafsunya (pada kesesatan).” (Shahih Al Wabilus Shoyib, hal. 94)"

“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya ada pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya dan tidak dikurangi sedikitpun juga dari pahala-pahala mereka. ” (HR Muslim no. 2674)"

Ali bin Hasan : “Aku heran dengan orang yang sombong dan angkuh, yang kemarin dia adalah setetes mani dan besok dia akan menjadi bangkai”. (Shifah ash Shofwah, II/ 95)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Salah satu kelebihan keledai –padahal ia adalah hewan paling pandir- bahwasanya seseorang berjalan membawanya kerumahnya dari tempat yang jauh dalam kegelapan malam, maka keledai itu bisa mengenal rumah tersebut. Apabila dilepaskan (dalam kegelapan) dia bisa pulang kerumah tersebut, serta mampu membedakan antara suara yang memerintahkannya berhenti dan yang memerintahkan berjalan. Maka barangsiapa yang tidak mengenal jalan kerumahnya – yaitu surga – dia lebih pandir dari pada keledai”. (Syifaul ‘Aliil : 1/74)

Berkata Muhammad bin Al-Fadhol Az-Zahid: “Rusaknya Islam di tangan empat jenis manusia: pertama orang yang tidak mengamalkan ilmunya, kedua orang yang beramal dengan tanpa ilmu, ketiga orang yang tidak berilmu dan tidak beramal, keempat orang yang melarang orang lain mempelajari ilmu” (Miftah Daarus Sa’adah 1/490)

Malik bin Dinar berkata: “Sesungguhnya apabila badan sakit, maka makan, minum, tidur dan istirahat tidak enak baginya. Begitu juga dengan hati, apabila ia cenderung kepada dunia, maka nasihat-nasihat tidak lagi berguna baginya.” (Shifatush Shafwah: 3/278)

Yahya bin Mu’adz berkata: “Wahai manusia, engkau mencari dunia dengan sungguh-sungguh, dan engkau mencari akhirat dengan usaha orang yang tidak membutuhkannya (malas-malasan). Padahal dunia sudah mencukupimu walaupun engkau tidak mencarinya, sedangkan akhirat hanya didapatkan dengan usaha yang sungguh-sungguh dalam mencarinya. Maka pahamilah keadaanmu.” (Ad-Dunya Zhillun Zail, hal.31).

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Seandainya manusia mengetahui bahwa nikmat Allah yang ada dalam musibah itu tidak lain seperti halnya nikmat Allah yang ada dalam kesenangan, niscaya hati dan lisannya akan selalu sibuk untuk mensyukurinya.” (Syifaa`ul ‘Aliil: 525)

Mutharrif berkata : “Kematian akan menghancurkan kenikmatan yang dimiliki seseorang, maka carilah kenikmatan yang tidak ada kematian padanya” (Latha‘if al-Ma‘arif, hal 79).

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang menginginkan kejernihan hatinya hendaknya dia lebih mengutamakan Allah daripada menuruti berbagai keinginan hawa nafsunya. Hati yang terkungkung oleh syahwat akan terhalang dari Allah sesuai dengan kadar kebergantungannya kepada syahwat. Hancurnya hati disebabkan perasaan aman dari hukuman Allah dan terbuai oleh kelalaian. Sebaliknya, hati akan menjadi baik dan kuat karena rasa takut kepada Allah dan ketekunan berdzikir kepada-Nya.” (al-Fawa'id, hal. 95)

Berkata Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu: “Barangsiapa yang menginginkan akhirat, dia akan mengorbankan dunia. Dan barangsiapa yang menginginkan dunia, dia akan mengorbankan akhirat. Wahai kaum, korbankanlah yang fana (dunia) demi untuk yang kekal abadi (akhirat)”. (Siyar A’lam An-Nubala : 1/496)

‘Urwah bin al-Ward : “Sifat rendah hati dapat menjaring kemuliaan bagi pemiliknya. Setiap karunia yang diterima manusia pasti ada orang yang mendengkinya, kecuali jika karunia itu berupa kerendahan hati.” (Al-Ihya‘ : 3/362)

Al Hasan al Bashri rahimahullahu berkata: “Sungguh aneh satu kaum yang diperintahkan untuk berbekal dan diseru untuk bepergian, namun mereka hanya duduk bermain-main”. (Mukhtashar Minhaaj al Qaashidiin, hal. 369)

“Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang cendekia, Mereka ceraikan dunia dan takut akan fitnahnya. Mereka perhatikan apa yang ada di sana. Tatkala mereka sadar bahwa dunia bukanlah tempat tinggal sebenarnya. Maka mereka jadikan dunia ini sebagai samudera, dan mereka gunakan amal salih sebagai perahu yang berlayar di atasnya.” (Mukadimah Riyadhus Shalihin)

Imam Ibnu Hibban berkata: “Wajib bagi orang yang berakal untuk lebih banyak diam berbanding banyak bicara. Betapa banyak orang yang menyesal karena banyak bicara, dan sedikit orang yang menyesal karena diam.” (Raudhatul ‘Uqala, hal. 45).

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata: “Hendaklah bagi para pemilik wajah yang rupawan untuk tidak memperburuknya dengan perilakunya yang buruk, dan hendaknya bagi yang memiliki wajah yang buruk untuk tidak menggabungkan dua keburukan dalam dirinya (keburukan rupa dan perilaku).” (Al-Adab asy-Syar’iyyah: 3/125)

“Tidaklah dua orang muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni (dosa-dosa) mereka berdua sebelum mereka berpisah.“ (HR. Abu Dawud no. 5212)

“Apakah salah seorang di antara kalian tidak mampu untuk menghasilkan pada setiap hari seribu kebaikan. Lalu ada seorang yang duduk bersama beliau bertanya, Bagaimana salah seorang di antara kami bisa menghasilkan seribu kebaikan. Beliau menjawab, Yaitu dengan bertasbih (membaca subhanallah) seratus kali, maka dengan itu akan dicatat seribu kebaikan atau dihapuskan darinya seribu kesalahan.” (HR. Muslim)

“Ada dua buah kalimat yang ringan di lisan namun berat di dalam timbangan, dan keduanya dicintai oleh ar Rahman, yaitu Subhanallahi wabihamdihi, Subhanallahil ’azhim.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Sungguh seorang laki-laki akan datang pada hari kiamat nanti dengan membawa amal kebaikan sebesar gunung. Namun ia telah menzhalimi orang lain, mengambil harta orang lain, melukai kehormatan orang lain. Maka orang-orang yang pernah dizhalimi olehnya, satu persatu mengambil kebaikan orang tadi. Bila amal kebaikannya sudah tidak tersisa lagi, maka mereka mengambil kejelekan-kejelekan mereka untuk diberikan (dibebankan) kepada laki-laki tadi.” (HR. Muslim no. 2581)

Berkata Fudhail bin ‘Iyadh : “Rasa takut seorang hamba kepada Allah sesuai dengan tingkat keilmuan kepada-Nya, dan kezuhudan seorang hamba kepada dunia sesuai dengan keinginannya terhadap akhirat.” (Siyar A‘am An-Nubala‘ : 8/426)

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Amal yang paling berat ada tiga: dermawan ketika kondisi serba sedikit, bersikap wara’/menjauhi keharaman tatkala bersendirian, dan mengucapkan kebenaran di hadapan orang yang diharapkan dan ditakuti.” (al-Fawa’id wa al-Akhbar wa al-Hikayat, hal. 133)

“Sungguh keberadaan agama Islam dan keberlangsungan dunia ini adalah dengan keberadaan ilmu agama, dengan hilangnya ilmu akan rusaklah dunia dan agama. Maka kokohnya agama dan dunia hanyalah dengan kekokohan ilmu.” (Miftah Daris Sa’adah karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, 1: 500)

Imam Ahmad berkata: “Manusia lebih membutuhkan ilmu dibandingkan makan dan minum, karena makanan dan minuman dibutuhkan manusia satu atau dua kali dalam satu hari. Akan tetapi, ilmu senantiasa dibutuhkan seorang manusia setiap saat (selama nafasnya berhembus)” (Thabaqat Al-Hanabilah 1: 146)

Malik bin Dinar mengatakan, “Seandainya dunia adalah emas yang akan fana, dan akhirat adalah tembikar yang kekal abadi, maka tentu saja seseorang wajib memilih sesuatu yang kekal abadi (yaitu tembikar) daripada emas yang nanti akan fana. Lalu bagaimana lagi jika akhirat itu adalah emas yang akan kekal abadi dan dunia adalah tembikar yang akan fana?” (Fathul Qodir, Asy Syaukani, 7/473, Mawqi' At Tafasir.)

Ibnul Qayyim berkata, “Amalan-amalan hati itulah yang paling pokok, sedangkan amalan anggota badan adalah konsekuensi dan penyempurna atasnya. Sebagaimana niat menduduki peranan ruh, sedangkan amalan laksana tubuh. Itu artinya, jika ruh berpisah dari jasad, maka jasad itu akan mati. Oleh sebab itu memahami hukum-hukum yang berkaitan dengan gerak-gerik hati itu lebih penting daripada mengetahui hukum-hukum yang berkaitan dengan gerak-gerik anggota badan.” (Ta’thir al-Anfas, hal. 15)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Ada tiga pokok yang menjadi pondasi kebahagiaan seorang hamba, dan masing-masingnya memiliki lawan. Barangsiapa yang kehilangan pokok tersebut maka dia akan terjerumus ke dalam lawannya. Tauhid, lawannya syirik. Sunnah, lawannya bid’ah. Dan ketaatan, lawannya adalah maksiat” (al-Fawa’id, hal. 104)

“Tanda cinta kepada Allah adalah banyak berdzikir (mengingat) kepada-Nya. Sebab sesungguhnya tidaklah kamu mencintai sesuatu melainkan kamu pasti akan banyak-banyak menyebutnya.” (Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 559).

“Bagaimana bisa merasakan kegembiraan dengan dunia, orang yang perjalanan harinya menghancurkan bulannya, dan perjalanan bulan demi bulan menghancurkan tahun yang dilaluinya, serta perjalanan tahun demi tahun yang menghancurkan seluruh umurnya. Bagaimana bisa merasa gembira, orang yang umurnya menuntun dirinya menuju ajal, dan masa hidupnya menggiring dirinya menuju kematian.” (Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 483)

“Tidak sempurna keselamatan qalbu seorang hamba melainkan setelah selamat dari lima perkara: syirik yang menentang tauhid, bid’ah yang menyelisihi As-Sunnah, syahwat yang menyelisihi perintah, kelalaian yang menyelisihi dzikir, dan hawa nafsu yang menyelisihi ikhlas.” (Ad-Da`u wad Dawa`, hal. 138)

Yahya bin Mu’adz Ar-Razi rahimahullah bekata: “Hendaknya orang mukmin mendapatkan tiga perlakuan darimu: bila engkau tidak memberikan manfaat kepadanya, jangan mendatangkan mudharat kepadanya, bila engkau tidak membahagiakannya, maka jangan membuatnya sedih; dan jika engkau tidak menyanjungnya, maka engkau jangan mencelanya.”(Shifatush Shafwah 4/91)

Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah berkata, “Kebiasaan para ulama terdahulu adalah menulis nasehat satu sama lain dengan kata-kata semacam ini: Barangsiapa yang memperbaiki hatinya, maka Allah akan memperbaiki kondisi lahiriyahnya. Barangsiapa yang memperbaiki hubungannya dengan Allah, maka Allah akan memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia. Barangsiapa yang beramal untuk akhiratnya, maka Allah akan mencukupkan baginya urusan dunianya.” (Mawa’izh, hal. 33-34)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Semua bentuk kesyirikan dan beragam corak kebid’ahan dibangun di atas kebohongan dan tuduhan dusta. Oleh karenanya, setiap orang yang semakin jauh dari tauhid dan sunnah, maka dia akan lehih dekat kepada kesyirikan, kebid’ahan, dan kedustaan.” (Iqtidho Siroth Mustaqim : 2/281)

Umar bin Al Khathab berkata: “Siapa yang banyak tertawa, akan jatuh wibawanya. Siapa yang banyak bercanda, akan dipandang hina. Siapa yang banyak melakukan sesuatu, akan dikenal dengannya. Siapa yang banyak berbicara, akan banyak kesalahannya, Siapa yang banyak kesalahannya, akan sedikit rasa malunya, Siapa yang sedikit rasa malunya, akan sedikit wara’nya, dan siapa yang sedikit wara’nya, hatinya akan mati“. (Sifatush shafwah 1/149)

Sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu ’anhu berkata, “Manusia akan senantiasa berada di jalan yang lurus selama mereka mengikuti jejak Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam.” (HR. Baihaqi, Miftahul Jannah no.197)

Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata: “Beramallah untuk duniamu sesuai keadaan tinggalmu di sana. dan beramallah untuk akhiratmu sesuai kadar kekekalanmu di sana.” (Mawa’izh lil imam sufyan ats-tsauri, hal. 49)

Berkata Imam Malik bin Anas rahimahullah: “As Sunnah adalah bahtera Nuh. Siapa yang ikut naik diatasnya dia akan selamat, dan siapa yang berpaling darinya dia akan tenggelam”. (Tarikh Baghdad, VII/ 336, Tarikh Dimasyq, XIV/ 9)

Yahya bin Mu‘adz berkata : “Wahai anak Adam, agamamu akan tetap koyak selama hatimu masih cinta kepada dunia.” (Shifatush Shafwah : 4/93)

Sebagian salaf berkata : “Waspadalah kalian dari dunia, karena sihirnya lebih hebat dari sihir Harut dan Marut, yang mana mereka berdua dapat memisahkan antara suami dan istri, sedangkan dunia dapat memisahkan antara seseorang dengan Rabb-nya.”

Abdul Malik bin Abjar berkata : “Manusia pasti diuji dengan kesehatan untuk dilihat bagaimana wujud syukurnya, atau diuji dengan musibah untuk dilihat bagaimana wujud sabarnya.” (Shifatush Shafwah : 3/123).

‘Urwah bin al-Ward : “Sifat rendah hati dapat menjaring kemuliaan bagi pemiliknya. Setiap karunia yang diterima manusia pasti ada orang yang mendengkinya, kecuali jika karunia itu berupa kerendahan hati.” (Al-Ihya‘ : 3/362)
Share this article :

Post a Comment

 
Supported by : Agus blogger team | Agus IT
Copyright © 2011. Agus Saputra - All Rights Reserved
Template Development by Agus IT
Proudly powered by Blogger