Senin, (19 September 2016) - Pada saat ini, kebutuhan manusian akan protein hewani semakin tinggi seiring bertambahnya jumlah populasi masyrakat dunia, tanpa terkecuali di indonesia. Salah satu yang menjadi favorit kebanyakan orang Indonesia sebagai sumber protein hewani yaitu ayam pedaging (broiler) yang harganya cukup terjangkau untuk semua kalangan. Dengan adanya kebutuhan yang cukup tinggi, maka diperlukan ketersdiaan yang harus terus berlanjut dan dengan jangka waktu yang harus cukup singkat.
Untuk memecahkan masalah ketersediaan yang harus continue dan dengan waktu yang harus singkat maka para ahli genetika terus bekerja merekaiyasa genetik broiler agar bisa tumbuh dalam waktu yang sesingkat mungkin dengan bobot badan siap potong, dan setahu penulis untuk saat ini masih dalam kisaran umur 28 - 35 hari baru bisa dikonsumsi (masuk pasar) baik dari strain Cobb, Ross maupun Lohman.
Dari hasil rekayasa genetika tersebut, munculah brioler yang di umur 35 hari sudah bisa dikonsumsi sebagaiman penulis sebutkan sebelumnya. Oke sisi positifnya mungkin berakibat pada ketersediaan ayam broiler yang semakin cepat, berkesinambungan serta diikuti juga dengan semakin cepatnya proses perputaran uang pada bisnins ini. Kemudian sisi negatifnya yaitu semakin cepat umur ayam maka ayam akan semakin sensitif, mudah stress dan berbagai macam problem lainya.
Salah satu problem yang cukup menghambat khususnya pada ayam broiler yaitu heatstress, heatsress sendiri biasanya menimpa ayam yang berumur 3 minggu - panen, Heat stress atau cekaman panas merupakan respon fisiologis, biokimia dan tingkah laku terhadap faktor fisik, kimia dan biologis lingkungan. Ayam akan mengalami stress jika mengalami perubahan lingkungan yang ekstrim, seperti peningkatan tempratur lingkungan atau pada saat toleransi terhadap lingkungan menjadi rendah.
Heat stress disebabkan oleh tingginya tempratur lingkungan dan berpengaruh negatif terhadap ternak. Kerugian yang ditimbulkan dari heat stres sangat besar karena dapat menurunkan produksi dan meningkatkan angka mortalitas (kematian).
Salah satu solusi yang sering diberikan kepada peternak dengan kandang open house yaitu sistem puasa makan pada broiler, perlakuan ini dianggap bisa menanggulangi heat stress berdasarkan beberapa pembahasan Journal penelitian di beberapa sumber yang pernah penulis baca, namun pada kenyataanya di lapangan berbanding terbalik yang artinya justru dengan menerapkan sistem puasa ini, broiler mengalami perlambatan pertambahan bobot badan, Feed Conversion Ratio (FCR) yang tidak bisa tercapai dan penggunaan pakan yang tidak efisisen. Walaupun kekurangan makan di siang hari diganti dengan full feed di malam hari tetap saja tidak ada pengaruh yang cukup signifikan.
Anggap saja puasa dilakukan mulai umur 16-18 selama dua jam secara bertahap bertambah jumlah jamnya hingga umur 24 sampai panen dengan jumlah jam puasa sebanyak 7 jam. Dari kasus di lapangan dengan penerapan 100% seperti jadwal yang saya tulis di atas, broiler mengalami perlambatan pertumbuhan mulai minggu ke - 4 dan biasanya efek akan terlihat ketika evaluasi FCR di umur 28 hari dan 33 hari.
Dari kasus per kasus, umur 7 dan 14 hari bobot ayam cukup bagus dan FCR selalu bisa tercapai kalupun tidak hanya selisih 0.0 sekian angka. artinya broiler tumbuh dengan baik, ini terjadi hampir di setiap kandang, namun berbeda ketika ditimbang umur 21, 28 dan 33 hari. Bobot yang harusnya bisa terus bertambah dengan baik justru mengalami perlambatan, bobot di bawah standar, FCR yang sudah tidak tercapai, ketika ditimbang umur 33 hari, yang harusnya bisa mencapai bobot 1.8 kg sesuai potensi genetik ayam malah hanya tercapai 1.7 kg, syukur-syukur jika bisa dipanen dengan ukuran sekian, bagaiman jika tidak? tentu saja dengan terus menerus diberikannya pakan dengan pertambahan bobot badan yang tidak optimal hanya akan semakin membuat FCR tidak terkejar / bengkak.
Kasus seperti yang penulikan uraikan di atas hampir terjadi di setiap kandang yang penerapan sistem puasanya terjadwal mulai umur 16 hari. Artinya dengan penerapan yang seperti demikian justru ayam menjadi terlalu lapar, terkadang ayam sampai lemas dan justru menjadi penyebab kematian itu sendiri. akhirnya energi untuk maintenance (untuk bertahan hidup) ketika puasa, broiler mengambil cadangan energi dari lemak yang sudah terbentuk sebelumnya, proses ini terus berlanjut sejak dimulainya program puasa umur 16 hari yang lama kelamaan yang harusnya puasa makan ini berefek baik pada broiler malah justru menjadi penghambat pertambahan bobot badan akibat terus tergerusnya cadangan energi yang secara langsung mengurangi lemak dan cadangan energi lainya yang sudah ada.
Kasus seperti ini sudah penulis amati beberapa periode pada beberapa kandang dan terus terjadi dengan pola yang sama, ketika penulis diskusi dengan beberapa kawan dengan profesi yang sama sebagai Technical Service, yang ahirnya menyimpulkan solusi sebagai berikut:
- Pemberian air gula ketika jadwal puasa, yang dimaksudkan agar ketika broiler puasa maka untuk energi maintenance bisa diperoleh dari (Glukosa) pada air gula, di mana kandungan glukosa bisa cepat diproses menjadi energi
- Full feed dengan catatan harus ada kipas angin ukuran besar, yaitu pemberian pakan secara adlibitum (terus menerus tersedia)
- Melakukan pengembunan air pada broiler ketika temperatur lingkungan tinggi (harus ada kipas dalam kandang agar tidak terjadi kelembaban tinggi dalam kandang)
- Jika point 1, 2 dan 3 tidak bisa dilaksanakan dan kondisi cuaca memaksa kita untuk menerapkan sistem puasa, maka ketika penerapan puasa yang dimulai pukul 10.00 pagi tepatnya di umur 24 - panen, ketika pukul 13.30 berikan pakan sedikit pada broiler (turunkan tempat pakan sebentar lalu naikan) yang bertujuan agar ayam tidak terlalu lama lapar yang ujung-ujungnya tidak akan mengambil cadangan energi yang ada pada lemak. Hal ini sudah diterapkan di beberapa kandang dan berhasil mencegah FCR bengkak dengan catatan evaluasi pada minggu awal memang FCR tercapai atau paling tidak mendekati standar.
Post a Comment